JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ruhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa kementeriannya akan merehabilitasi 75.000 hektar hutan bakauuntuk melindungi 400.000 hektardan mengurangi emisi karbon.

"Langkah-langkah segera yang kami ambil bersama dengan kementerian-kementerian terkait termasuk Bank Dunia dan Tentara Nasional Indonesia adalah fokus pada rehabilitasi 75.000 hektar hutan bakau dan konservasi 400.000 hektar hutan bakau," demikian konfirmasi dari Jakarta pada hari Senin, dengan nama pengguna luhut. Luft mengatakan melalui sebuah posting di akun Instagram resminya dengan nama pengguna pandjaitan, yang dikonfirmasi dari Jakarta pada hari Senin.

Langkah tersebut merupakan bagian dari rencana yang lebih besar untuk merehabilitasi 600.000 hektarhutan bakaudi daerah pesisir, kata Luft.

Luft menjelaskan bahwa potensi besar bakau untuk penyerapan karbon yang lebih tinggi secara alami
dapat dimanfaatkan untuk mengubah ekonomi hijau, yang mengarah pada karbon biru yang lebih hijau dan lebih berkelanjutan.

Hal ini penting mengingat bahwa Indonesia berkomitmen untuk menekan perubahan iklim global,dan restorasi mangrovediharapkan dapat mendukung pengurangan emisi sesuai dengan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).

"Keberhasilan program ini akan tercapai jika integrasi semua pemangku kepentingan

dapat memberdayakan masyarakat di sekitar pesisir," kata Luft. Dengan demikian, lanjutnya, ekosistem mangrove di pesisir Indonesia tidak hanya dapat menjadi tempat penyimpanan karbon,

tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian alternatif baru bagi masyarakat di sekitar ekosistem mangrove.

Pernyataan ini disampaikannya sehubungan dengan catatan Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa. Menurut catatan tersebut, selama 12 bulan berturut-turut, Bumi telah menjadi lebih hangat 1,5°C dibandingkan dengan era pra-industri pada tahun 1850-1900.

Hal ini juga menyebabkan munculnya sejumlah fenomena alam yang mengubah bagian tertentu dari Bumi tidak lagi seperti berabad-abad yang lalu. Sebagai contoh, suhu global akan meningkat 1,5 derajat Celcius, dan gelombang panas, kekeringan, banjir, dan kekurangan air - fenomena yang akan menyebabkan kerusakan besar pada ekosistem - kemungkinan besar akan kita temui di masa depan.

"Ini merupakan peringatan bagi kita semua untuk melakukan upaya mitigasi untuk mengurangi emisi karbon," kata Luft.