Jombang - KH Abdul Hakim Mahfuds atau yang akrab disapa Gus Kikin, pengasuh Pondok Pesantren Tebulen, Jombang, Jawa Timur, menilai film horor kurang mendidik. "Menurut saya, film horor itu kurang mendidik. Makanya anak-anak sangat perlu memahami penguasaan keilmuan dan kemudian bisa memilih film yang bermisi edukasi," ujarnya menanggapi film Kiblat produksi rumah produksi Leo Pictures yang saat ini menjadi sorotan setelah judul dan posternya menuai kritik negatif.


Film ini dirilis pada hari Kamis.

Gus Kikin, berbicara di Jomban pada hari Kamis, ingin agar para pembuat film mempertimbangkan faktor edukasi ketika membuat film, bukan hanya keuntungan.

"Saat ini banyak film yang mengedepankan kepentingan komersial dan mengabaikan aspek edukasi," kata ketua Pengurus Wilayah Nahratul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu. Dia berharap film-film yang diproduksi akan membawa negara ini menjadi negara yang kuat dengan dasar keilmuan yang mumpunidan menjaga kerukunan.




Ditanya mengenai poster film Kiblat yang menampilkan gambar orang memakai mukena seolah-olah sedang rukuk yang tidak sesuai dengan syariat Islam, ia pun mengatakan, termasuk dasar pemikirannya membuat adegan tersebut, "Saya tidak tahu, saya tidak tahu." Ia mengaku tidak mengetahui tujuan para pembuat film Kiblat. "Saya tidak tahu dasar pembuatan adegan itu. Bisa saja itu hanya lelucon atau semacamnya. Tapi kalau memang itu pelecehan, kita harus menghadapinya."

Sementara itu, setelah mendapat banyak kritikan, rumah produksi Leo Pictures meminta maaf atas kontroversi yang ditimbulkan selama produksi film horor terbaru mereka, Kiblat. Permintaan maaf tersebut dilakukan setelah Leo Pictures mengadakan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai film tersebut.

Selain permintaan maaf, Leo Pictures juga melakukan perubahan pada judul dan poster film Kiblat yang disutradarai oleh Bobby Prasetyo. Sebelumnya, Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, menyoroti banjirnya kecaman terhadap film Kiblat. Hal ini disampaikan oleh Cholil melalui akun Instagram @cholilnafis.

"Seringkali, promosi dan kontroversi yang halus digunakan untuk mendapatkan perhatian dan jumlah penonton yang banyak. Namun,jika bertentangan dengan agama, biasanya malah tidak boleh dilihat. Seringkali, tanggapan agama digunakan oleh pengusaha untuk mendapatkan keuntungan materi. Hal ini tidak boleh dilawan," tulis Cholil.