Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdrah Ali pada Jumat, 3 Mei 2024. "Tim penyidik sedang mempersiapkan pemeriksaan ulang di Gedung Merah Putih KPK pada hari Jumat (5 Maret)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu. KPK juga mengingatkan para pejabat untuk kooperatif memenuhi panggilan tim penyelidik untuk memberikan keterangan terkait kasus-kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.

"KPK tetap mewaspadai bahwa Pasal 21 UU Tipikor dapat diterapkan jika ada pihak yang terbukti dengan sengaja mencegah atau merintangi penyidikan kasus ini," kata Ali.

KPK pada awalnya berencana memeriksa Ahmad Muhdlor Ali pada hari Jumat 19 April 2024 terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPD) Sidoarjo, namun yang bersangkutan berhalangan hadir karena sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo.

KPK mengumumkan pada hari Selasa (16/4) bahwa mereka telah menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka korupsi atas pemotongan insentif pegawai di Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPD) Sidoarjo. "KPK belum dapat mengungkapkan identitas, peran dan tuduhan penuh terhadap tersangka sebelum tim investigasi memiliki semua bukti. Namun, kami mengonfirmasi pertanyaan media bahwa benar yang bersangkutan adalah Bupati Sidoarjo periode 2021 hingga saat ini," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa. Ali menjelaskan bahwa penetapan tersangka tersebut didasarkan pada keterangan para pejabat yang diperiksa sebagai saksi, termasuk keterangan tersangka, dan analisis terhadap bukti-bukti lain. Tim penyidik KPK kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak-pihak lain yang turut serta dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk transfer uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

"Dengan adanya temuan tersebut, maka disepakati adanya pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban di depan hukum karena diduga ikut menikmati aliran uang tersebut, sesuai dengan gelar perkara.

Pada tanggal 29 Januari 2024, KPK menangkap dan menetapkan Sisca Wati (SW), Direktur Administrasi dan Sumber Daya Manusia pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan tunjangan insentif pegawai pada BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

KPK kemudian menangkap dan menetapkan Ali Suriono (AS), Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, sebagai tersangka dalam kasus yang sama pada hari Jumat, 23 Februari 2024.

Kasus ini diduga berawal dari keberhasilan BPDPD Kabupaten Sidoarjo dalam mencapai target penerimaan pajak tahun 2023.

Atas pencapaian target tersebut, Pemkab Sidoarjo mengeluarkan surat keputusan pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.



Berdasarkan SK tersebut, AS memerintahkan SW untuk menghitung jumlah pembayaran insentif yang diterima oleh pegawai BPPD dan potongan dari pembayaran insentif tersebut yang diperuntukkan bagi keperluan AS dan Bupati.

Potongan tersebut berkisar antara 10% hingga 30% tergantung pada jumlah pembayaran insentif yang diterima.

AS juga memerintahkan SW untuk memastikan bahwa teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai, yang dikoordinasikan oleh masing-masing bendahara yang ditunjuk untuk tiga wilayah pajak daerah dan Sekretariat.

Tersangka AS juga aktif mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan pembagian uang insentif kepada Bupati melalui beberapa bawahan Bupati.

Secara spesifik, pada tahun 2023, SW mengumpulkan dan menerima uang insentif dari para ASN dengan total kurang lebih Rp 2,7 miliar.

Penyidik KPK saat ini juga tengah mendalami aliran dana terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

AS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.