BANDUNG - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat, Bay Triadi Makmudin, menegaskan bahwa angkutan massal Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya tidak bisa dipaksakan untuk menjadi serupa atau satu model dengan moda transportasi serupa di Jakarta, yang dikenal dengan TransJakarta atau Busway.


Menurut Bay di Gedung Sate Bandung pada hari Minggu, masyarakat Bandung Raya memiliki karakter yang berbeda dengan Jakarta dan daerah penyangganya, dengan jalan yang ada tidak sebesar Jakarta dan kendaraan pribadi yang digunakan.

“Kami sedang menata ulang transportasi umum, tetapi di Bandung kami mengatakan kepada mereka untuk berhati-hati agar tidak memaksakan BRT dengan koridor khusus seperti Busway. Karena karakter masyarakat di Bandung Raya tidak boleh disamakan dengan Jakarta dan jalan-jalannya relatif kecil dibandingkan dengan Jakarta.

Pada aspek masyarakat, Bapak Bay mengatakan bahwa dalam kondisi udara yang lebih sejuk, sebenarnya berjalan kaki atau bersepeda ke tempat kerja, sekolah atau ke tempat-tempat aktivitas dapat menjadi pilihan masyarakat, seperti yang dilakukannya saat menjabat sebagai penjabat Gubernur Provinsi Jawa Barat.

Selama bekerja di Bandung, Bey selalu berjalan kaki sekitar satu jam di pagi hari menuju Gedung Sate dan kemudian berangkat kerja.

“Ya, saya butuh waktu sekitar satu jam untuk berjalan kaki ke Gedung Sate, lalu mandi dan berangkat kerja. Jadi ini adalah sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang lain ketika mereka pergi ke kantor, atau ketika mereka pergi ke sekolah misalnya, atau ketika melakukan kegiatan olahraga yang membuat mereka bugar dan sehat, katanya.

Sementara itu, sistem angkutan massal BRT Bandung Raya sebelumnya ditargetkan untuk beroperasi pada pertengahan tahun 2024.

Untuk mencapai tujuan ini, Ahmad Yani, Direktur Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, mengatakan bahwa sebelumnya, bersama dengan Bank Dunia, telah dilakukan sosialisasi pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi para pemangku kepentingan BRT Bandung Raya di kota Bandung.

Ahmad mengatakan bahwa pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini mulai dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, provinsi dan kota di Bandung Raya (termasuk Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang).

“Kita harus memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun non-pemerintah, tentang keseluruhan proses.

Ahmad mengungkapkan bahwa Bank Dunia telah menjelaskan semua persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengembangan sistem angkutan massal BRT, mulai dari perencanaan hingga implementasi dan evaluasi.

Sementara itu, Mohammad Yasin Nuri, Senior Social Development Specialist Bank Dunia, menjelaskan langkah-langkah awal yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam pengembangan BRT, mulai dari ketenagakerjaan hingga mitigasi dampak sosial dan lingkungan.

Menurut Nuri, ada sepuluh aspek yang harus diperhatikan, yang paling penting adalah masalah ketenagakerjaan dan segala aspek turunannya, serta masalah dampak sosial dan lingkungan.

Bapak Nuri menjelaskan bahwa semua pembangunan pasti menimbulkan dampak negatif atau dampak buruk, terutama bagi masyarakat lokal, yang harus dimitigasi dan diminimalisir
.

“Dampak negatif termasuk polusi udara, kebisingan dan kemacetan lalu lintas. Dampak sosial termasuk pelecehan seksual dan konflik antara pekerja dan masyarakat. “Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan,” kata Nulli.